Jika ada pernyataan industri hiburan Indonesia terkesan jalan di tempat dan tertinggal maka pernyataan itu memang sulit disangkal. Tidak sedikit masyarakat Indonesia (atau kebanyakan adalah generasi milenial dan remaja yang masih di bawah umur) lebih memilih untuk menikmati musik dan film luar negeri yang dinilai lebih berkualitas. Hal ini terjadi bukanlah tanpa sebab, eksistensi industri hiburan tanah air memanglah tertinggal dibandingkan dengan industri hiburan luar negeri seperti Amerika, Korea, Thailand, dan Jepang.
Hal ini kemudian diperparah dengan adanya fenomena Korean wave. Tersebarnya budaya pop Korea secara global ini semakin membuat masyarakat beralih dari industri hiburan dalam negeri ke industri hiburan luar negeri. Drama Korea dan musik K-Pop seakan sudah menjadi candu bagi generasi milenial. Kurangnya inovasi dan SDM yang tidak sebaik negara-negara maju dinilai menjadi salah satu penyebab ketertinggalan Indonesia di bidang industri hiburan.
Dunia Pertelevisian dan Sinetron Indonesia
Membicarakan industri hiburan tidak bisa lepas dari dunia pertelevisian. Rieka (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan dunia televisi Indonesia mengalami pasang surut sesuai dengan perkembangan politik, pasca regulasi bidang penyiaran wajah televisi Indonesia mengalami pergeseran yang signifikan. Banyaknya stasiun televisi yang lebih memilih menayangkan acara-acara luar negeri juga dapat menjadi salah satu alasan mengapa industri hiburan Indonesia jalan di tempat saja. Mulai dari acara musik, olahraga, film, drama, dan berbagai program lainnya menghiasi layar kaca saban harinya. Hal ini dinilai lebih low budget dibandingkan dengan membuat program acara atau film sendiri. Selain itu, kualitas film luar negeri juga dinilai lebih baik. Film luar negeri, seperti film-film Hollywood dan film-film fantasi seperti Harry Potter, Avengers, Starwars memiliki teknologi efek visual yang sangatlah canggih. Sedangkan Indonesia belum banyak memiliki teknologi yang mumpuni untuk membuat efek visual seperti itu.
Dari 50 judul film yang tayang di seluruh Indonesia pada Januari hingga Mei 2019, hanya 6 judul film yang mendapat 1 juta penonton. Ini berarti hanya mencapai 12%. Selebihnya, ada 44 judul film yang mendapatkan penonton dibawah jumlah satu juta. Bahkan, ada 22 judul film yang mendapatkan penonton tidak sampai 100 ribu. Hal lain yang membawa fakta menyedihkan bahwa film Hollywood masih memegang market share sebanyak 80% pada tahun 2015. Sementara, sampai pertengahan 2016, film Indonesia hanya mendapat market share sebanyak 30%. (Ega et al, 2019)
Televisi semakin hari seakan semakin sepi peminat. Dunia yang semakin maju membuat internet semakin melebarkan sayapnya. Layanan menonton online seperti Netflix, Viu, dan Youtube semakin hari semakin menjamur. Masyarakat lebih memilih menonton lewat gawai yang dinilai lebih efektif, memiliki banyak pilihan dan iklan yang tidak sebanyak televisi. Masyarakat dapat menonton tayangan luat negeri maupun dalam negeri tanpa batas bahkan tanpa banyak sensor.
Dalam industri hiburan drama atau sinetron, Indonesia seakan tidak memiliki kemajuan yang berarti. Jalan cerita sinetron Indonesia yang terkesan berputar-putar seperti benang kusut dan tidak memiliki amanat yang ingin disampaikan mungkin menjadi salah satu alasannya. Sinetron Indonesia yang kebanyakan berisi percintaan ini seakan dibuat dengan tergesa-gesa dan seadanya saja. Terlebih lagi para seniman Indonesia umumnya menyukai membuat sensasi yang akan membuat nama mereka naik ke permukaan. Mereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya, memang kebanyakan masyarakat Indonesia menyukai sensasi, menghujat, dan menaruh perhatian lebih kepada artis-artis yang bermasalah. Hal inilah yang menjadi pemicu menurunnya kualitas hiburan tanah air.
Masyarakat Indonesia, terlebih generasi milenial bahkan lebih memilih menikmati drama Korea dibandingkan sinetron Indonesia. Menurut survey yang dilakukan IDN Times (2020), ada 87,4 persen responden yang tidak menyukai sinetron Indonesia bahkan ada 94,1 persen dari mereka yang tidak menjadi penonton aktif. Data ini cukup mengejutkan karena perbandingannya bisa dibilang sangat jauh. Sinetron Indonesia seakan kalah telak dari drama korea. Drama korea dinilai memiliki alur cerita dan konflik lebih padat dan berbobot. Saat menikmati drama korea, penonton seakan terbawa alur cerita sampai lupa waktu, drama dibawakan secara singkat tetapi apik dan membekas. Sedangkan jalan cerita sinetron Indonesia yang itu-itu saja seperti diculik, lupa ingatan, jatuh ke jurang bahkan tak jarang tiba-tiba ganti wajah pemeran utama membuat penonton seakan tidak bisa menemukan apa yang harus ditunggu dari sinetron-sinetron tersebut. Alur cerita sinetron Indonesiapun seakan menjadi mudah ditebak. Tetapi bukan berarti prestasi Indonesia dalam dunia hiburan nol besar. Banyak film Indonesia yang mendunia dan layak bersaing di dunia Internasional. Sebut saja The Ride, Pengabdi Setan, Laskar Pelangi dan banyak lagi. Dan yang baru-baru ini, Perempuan Tanah Jahanam yang siap bersaing di Oscar 2021.
Hal seperti ini bukanlah sesuatu yang aneh mengingat status Indonesia yang masih menjadi negara berkembang. Bisa dibilang perhatian pemerintah Indonesia terhadap Industri hiburan memang jauh kurang dari luar negeri. Sumber daya manusianyapun juga berbeda. Sesuatu bisa menjadi maju jika kualitas manusianya baik dan mumpuni, begitupun dunia hiburan suatu negara.
Industri Musik Indonesia VS K-Pop
Kondisi industri musik Indonesia memang tidaklah terlalu miris. Banyak musisi-musisi Indonesia yang berhasil menembus dunia internasional. Sebut saja Agnes Mo, Sandy Sandoro dan Anggun C Sasmi yang berhasil mengharumkan nama Indonesia. Kualitas musik Indonesia memanglah patut diacungi jempol. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang lebih suka menjadi K-popers dan mengidolakan musisi dan band luar negeri seperti Maroon 5, Justin Bieber, Ariana Grande, dan masih banyak lagi.
Yang patut disorot adalah acara musik, acara musik yang seharusnya memperdengarkan kita lagu-lagu dan musik yang menghibur malah berisi artis-artis yang bergosip tidak jelas. Jikapun ada musisi yang bernyanyi, nyanyiannya hanyalah lipsync semata. Jika memang mereka adalah musisi yang berbakat, mengapa harus lipsync? Musik Indonesia pasti akan lebih maju lagi jika para musisi dan lagu-lagunya lebih banyak disorot dan diperkenalkan kepada masyarakat luas.
Bukan hanya acara musiknya saja, tak jarang musisi mengeluarkan lagu yang isinya tidak pantas didengarkan anak di bawah umur. Hal ini dapat membuat kualitas musik Indonesia semakin menurun. Tantangan musik Indonesia tak hanya itu saja karena efek globalisasi tidak bisa disepelekan. Lagi-lagi kita harus membahas Korea, apalagi jika bukan K-Pop. Fenomena Korean wave ini memang memiliki dampak yang besar, apalagi bagi generasi milenial.
Indonesia berada di peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penggemar K-Pop terbanyak di Twitter. Di posisi pertama Amerika Serikat, kemudian Jepang dan Korea Selatan. Indonesia juga berhasil menempati peringkat ketiga pada daftar negara dengan jumlah cuitan K-Pop terbanyak di Twitter, tepat di bawah negara Thailand dan Korea Selatan. BTS, EXO, TXT, NCT 127 dan Stray Kids merupakan grup K-Pop yang paling populer di kalangan pengguna Twitter Indonesia. (Suci, 2020)
Lalu berapa banyak musik Indonesia yang berhasil menduduki trending twitter setiap harinya? Memang harus diakui K-Pop sudah tidak dapat dipisahkan dari pemuda zaman sekarang, hal ini juga tak lepas dari penampilan visual para boyband korea yang memang enak dipandang. Selain itu, industri K-Pop juga memasukkan anggota dari luar negara, hal ini juga menjadi salah satu penyebab musik K-Pop dapat diterima dengan mudah diberbagai negara. Sedangkan industri musik Indonesia sangat jarang terdapat boyband atau girlband, jikapun ada maka tidak akan bertahan lama.
Menjamurnya K-Pop ini dapat membuat pemuda Indonesia melupakan musik asli dan musik tradisional Indonesia. Hal ini juga dapat memicu pencampuran kebudayaan dengan luar negeri, khususnya dalam dunia musik itu sendiri. Para pemuda dapat melupakan identitas asli bangsanya sendiri. Untuk mengatasi hal ini, masyarakat Indonesia haruslah memiliki jiwa nasionalisme yang kuat. Sebagai masyarakat yang baik, kita harus dapat menyaring budaya-budaya yang masuk ke Indonesia.
Kalah dalam suatu hal memanglah hal yang wajar. Banyak faktor yang dapat menjadikan kita tertinggal, baik faktor dari dalam maupun luar. Yang terpenting adalah kkeinginan untuk berkembang dan terus memperbaiki kekurangan. Jika ingin industri hiburan Indonesia menjadi maju, dibutuhkan kerjasama dari seluruh elemen negara. Baik orang yang ada dibalik industri hiburan, masyarakat maupun pemerintah. Para seniman dan orang yang ada dibalik industri hiburan haruslah terus bekerja keras mengembangkan diri dan melakukan inovasi-inovasi baru. Masyarakat, terutama generasi milenial harus lebih menyadari kualitas Indonesia dan lebih mencintai dan menghargai industri hiburan lokal. Pemerintah sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap indutri hiburan Indonesia. Toh jika pun industri hiburan Indonesia dapat maju dan mendunia, Indonesia akan memiliki lebih banyak pemasukan. Jika seluruh elemen masyarakat berusaha keras untuk membuat SDM Indonesia menjadi lebih baik, suatu hari nanti pasti industri hiburan Indonesia pasti tidak akan jauh tertinggal dengan luar negeri.
Penulis : Yenita Apriliana (Kontributor)
Editor : Elsa
Redpel Online : Nurul