Dokumen pribadi LPM Locus/Ibrahim Abdurrahman
Surakarta (01/09/2025) – Aksi susulan datang dari aliansi mahasiswa Solo Raya yang diinisiasi oleh BEM SR (Badan Eksekutif Mahasiswa Solo Raya). Jika aksi damai sebelumnya bertujuan untuk meredam amarah rakyat, unjuk rasa yang digelar di depan DPRD Surakarta kali ini menyuarakan keresahan publik terhadap berbagai kebijakan pemerintah dan wakil rakyat. Menjelang sore, suasana aksi tetap berlangsung kondusif. Satu per satu perwakilan peserta maju ke depan barisan, menyuarakan tuntutan dengan lantang, dilanjutkan doa bersama. Meski dengan cara berbeda, semuanya berpadu dalam satu nada: harapan yang sama.
Para mahasiswa menyuarakan sejumlah tuntutan kepada pemerintah. Mereka mendesak agar Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dicabut, RUU Kesehatan ditolak, dan anggaran pendidikan tidak dipotong serta dikelola secara transparan untuk meningkatkan kualitas guru, kurikulum, dan fasilitas. Massa juga menuntut dihapuskannya sistem kerja kontrak dan outsourcing, penurunan harga kebutuhan pokok dan BBM, serta penghentian kebijakan upah murah.
Selain itu, massa menolak perampasan tanah dan perusakan lingkungan, mendesak pembebasan rekan-rekan demonstran yang ditangkap tanpa dasar hukum, dan serta menolak revisi UU Penyiaran yang dianggap mengancam kebebasan pers.
Tanggapan muncul dari salah satu mahasiswa Universitas Slamet Riyadi (Unisri), yang menyoroti dua sektor penting yang seharusnya menjadi prioritas negara. “Saya rasa untuk pendidikan dan kesehatan haruslah diutamakan, namun hari ini justru pemerintah lebih memilih mengalokasikan anggaran-anggaran lain. Padahal dari pendidikan bisa mengangkat derajat kemiskinan,” ujar Rafi.
Setelah peristiwa ricuh yang terjadi pada malam 29 Agustus 2025, keresahan warga terhadap aksi yang digelar hari ini menimbulkan pandangan beragam. Budian, salah seorang warga, menyatakan dukungannya terhadap aksi mahasiswa selama dilakukan secara damai. “Sebetulnya ya mendukung, tapi secara damai. Kalau anarkis ya maaf gitu saja,” tuturnya. Ia berharap, dengan banyaknya aksi serupa di berbagai kota, pemerintah mampu melakukan introspeksi diri.
Ridwan, selaku anggota BEM Solo Raya, menegaskan bahwa tujuan utama aksi adalah menyampaikan kerisauan bersama dan mendesak perubahan sistem. “Kami sudah mengirim surat dan ditemui DPRD. Tuntutan kami benar-benar harus direalisasikan untuk mengubah tatanan negara, karena menurut saya sistem DPR kita sudah bobrok dan harus reformasi total,” tegasnya.
Namun, respon dari pihak DPRD yang menemui demonstran dinilai normatif. Mereka hanya menyampaikan pernyataan seperti, “Ya, siap. Setuju. Akan saya sampaikan ke atasan.” Satu-satunya hal yang berbeda dalam aksi kali ini hanyalah ucapan belasungkawa atas korban yang timbul dalam kericuhan sebelumnya di kota Surakarta.
Mahasiswa juga meminta pertanggungjawaban atas kondisi bangsa berada di tangan Presiden Prabowo Subianto sebagai pemimpin tertinggi negara. Mereka menilai sejumlah kebijakan sejak awal pemerintahan tidak berpihak pada masyarakat. Mahasiswa menegaskan aksi tidak akan berhenti pada hari itu saja.
“Kami akan selalu mengawal, kalau belum bisa dilaksanakan sebaik-baiknya, kami akan terus turun dan menyampaikan aspirasi,” lanjut Ridwan.
Aksi kali ini berakhir secara kondusif. Namun, mahasiswa menegaskan bahwa gerakan akan terus dilanjutkan hingga seluruh tuntutan benar-benar dipenuhi. Jika aspirasi tetap diabaikan, mereka siap turun kembali dengan massa yang lebih besar.
Penulis: Arin, Meisya dan Inong
Reporter: Syifa, Ghozy, Hafidh, Inong, Abril, Arin.
Editor: Abril