DEMA: PROGRAM KERJA DAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN

  • By locus
  • Januari 24, 2021
  • 0
  • 448 Views

Tidak Melakukan Sosialisasi Program Kerja

Berdasarkan Surat Keterangan Dirjen Pendis No. 4961 Tahun 2016, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) adalah organisasi yang berkewajiban untuk melaksanakan ketetapan Senat Mahasiswa (SEMA). DEMA juga merupakan organisasi eksekutif mahasiswa di tingkat PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam). Dalam melaksanakan fungsinya, DEMA bertugas: menjabarkan dan melaksanakan program organisasi dan ketetapan SEMA lainnya dalam bentuk program kerja; mengomunikasikan dan menginformasikan kegiatan kemahasiswaan di tingkat PTKI; melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan kemahasiswaan.

Nurul Ahmad, ketua DEMA IAIN Surakarta 2020, mengungkapkan bahwa proker (program kerja) DEMA selama satu periode sudah dibagikan ke pengurus DEMA, tetapi belum sempat dipublikasikan secara utuh ke mahasiswa. Ia mengaku karena setelah diadakannya Raker (Rapat Kerja), DEMA sibuk mempersiapkan acara bedah buku “Menjerat Gus Dur”. Ia juga mengatakan bahwa hal tersebut bukan merupakan kewajiban dan tidak harus dipublikasikan.

“Dan memang gak ada, apa ya. Kita ya ada aturannya di SK Rektor, SK Dirjen tentang ormawa itu gak ada juga. Ini kan sudah LPJ-an paling tinggal dokumentasi-dokumentasi. Buat tahun depan mungkin kalau tahun depan mau, dan ada kesempatan dan bisa, ya monggo,” tambahnya (05/01).

Akibatnya, banyak mahasiswa yang belum mengerti tentang program kerja DEMA-I (Institut) tahun 2020. Berdasarkan survei yang dilakukan Locus pada September 2020–Januari 2021, diperoleh 217 responden mahasiswa IAIN Surakarta, 77% di antaranya menjawab tidak mengetahui program kerja DEMA, sedangkan 23% lainnya menjawab mengetahui.

Wawan, salah satu anggota SEMA mengaku bahwa DEMA tidak memberitahukan program kerja apa saja yang akan dilakukan selama satu periode. “Sebab waktu Raker tidak ada undangan untuk SEMA, adanya cuma pemberitahuan saja,” tambahnya (21/01).

Dalam SK Rektor dijelaskan tugas DEMA adalah menjabarkan dan melaksanakan program organisasi dan ketetapan SEMA lainnya dalam bentuk program kerja, tetapi dalam hal ini faktanya DEMA tidak menyosialisasikan program kerjanya kepada SEMA.

Hilmi Fauzi, mahasiswa Sejarah Peradaban Islam, beranggapan bahwa sosialisasi program kerja itu penting karena menurutnya dengan begitu di masa akhir pertanggungjawaban program kerjanya bisa dibuktikan ke mahasiswa.

“Jadi mahasiswa itu mengerti DEMA Institut kerjanya ngapain saja dan apakah sudah terlaksana anggaran yang ada. Proker dari DEMA-I selama ini, saya kurang mengetahui karena mungkin informasi yang kurang disebarluaskan atau mungkin saya yang kurang memperhatikan,” jelasnya (17/01).

Laporan Pertanggungjawaban Tanpa Tata Tertib Sidang

DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa) IAIN Surakarta telah mengadakan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pada 27–28 Desember 2020. Kegiatan ini dilakukan di daerah Tawangmangu, Karanganyar dengan peserta yang hanya berjumlah 20–25 orang dari 86 anggotanya. Sesuai keterangan dari Nurul Ahmad selaku ketua DEMA-I 2020, hasil LPJ diterima dengan syarat revisi secara redaksi saja (05/01).

Nurul mengungkapkan program kerja DEMA 70% terlaksana dari total 15 program. Adapun beberapa di antaranya yang terlaksana: PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kampus), bedah buku “Menjerat Gus Dur”, seminar nasional dan pelatihan bela negara, upgrading dan raker (rapat kerja), serta advokasi pemotongan UKT (Uang Kuliah Tunggal) 20%.

“Diskusi departemen Polhukam, diskusi online, diskusi buku baru, diskusi terkait pancasila, diskusi semi blanded ada koordinator pusat DEMA PTKIN kemudian koordinator tim presma Jogja (onlineoffline), diskusi-diskusi isu kampus atau nasional, advokasi UKT 20%. Program eksternal yang keluar dari kampus, gabung dalam Aliansi DEMA PTKIN se-Indonesia, konsolidasi DEMA PTKIN di UIN Palembang, temu BEM nusantara koordinator Jawa Tengah,” tambahnya.

Namun, dalam LPJ kali ini, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dan dipertanyakan keabsahannya. Mulai dari peserta yang hadir hanya sebagian, saat acara berlangsung tidak dihadiri Wakil Rektor III, tidak dihadiri pembina, dan perwakilan dari SEMA hanya tiga orang. Selain itu, DEMA-I melakukan LPJ tanpa ada regulasi yang pakem, melainkan hanya mengikuti kultur LPJ DEMA dari tahun-tahun sebelumnya.

Dikutip dari website iain-surakarta.ac.id tanggal 4 Februari 2020, disebutkan bahwa anggota DEMA-I berjumlah 86 mahasiswa terbaik. Namun, saat ditemui Locus, Nurul mengungkapkan yang mengikuti LPJ DEMA hanya sekitar 20-25 mahasiswa. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa peserta yang hadir terbatas. Sebagian yang lain mengikuti secara online. Namun, Nurul mengaku tidak mengerti berapa orang yang mengikuti secara online.

“Karena memang kan kemarin habis di-lockdown kebanyakan kan pada pulang ke rumah, kemudian tanggal 27 ya sebagian saja yang bisa ikut. Gak bisa full, aku juga memaklumi itu, karena tak tanya juga kenapa gak ikut. ‘Ini mas denger-denger Solo kayak gini-kayak gini aku juga di rumah gak boleh keluar’,” jelas Nurul.

Selain itu, anggota SEMA (Senat Mahasiswa) selaku lembaga legislatif kampus sekaligus lembaga pengawas DEMA yang hadir pada saat acara tersebut hanya tiga orang dari jumlah keseluruhan 23 orang.

“Itu haknya SEMA-I. Jadi ya mandatnya dari ketua umum cuma tiga orang yang mewakilkan. Tapi ya tidak tahu kan kalau setelahnya yang mempertimbangkan saya juga gak tahu. Saya juga tidak mau tahu atau mengulik-ngulik ini yang menyetujui berapa orang, mereka pasti punya sistem sendiri dalam mempertimbangkan hal semacam itu,” tutur Nurul.

Menanggapi hal ini, Arifin, ketua SEMA Institut IAIN Surakarta tahun 2020, menjelaskan untuk kehadiran tidak ada ketentuannya, walaupun yang hadir dari SEMA hanya satu orang itu sudah sah. “Iya, karena kan bertanggung jawabnya pada SEMA laporannya, jadi meskipun dari SEMA hanya satu orang itu, kalau yang mewakili itu merupakan perwakilan dari lembaga itu sudah sah,” pungkasnya (14/01).

Jika dilihat dari SK Rektor No. 121 Tahun 2017 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan, dalam pertanggungjawban DEMA tertuliskan bahwa DEMA  menyampaikan laporan kegiatan dalam sidang paripurna SEMA. Dan sebagai subsistem kelembagaan non-struktural tingkat IAIN Surakarta, DEMA (tingkat institut) bertanggung jawab kepada rektor/wakil rektor bidang kemahasiswaan dan kerjasama.

Namun, saat LPJ berlangsung, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Syamsul Bakri tidak menghadiri acara tersebut. ”Diundang saja tidak, bagaimana hadir. Kalau toh mengundang mestinya konfirmasi, telepon dan lain sebagainya. Jadi problemnya itu, pembinanya kurang komunikasi dengan saya. Padahal pembina itu wakil saya di organisasi kemahasiswaan. Tapi ya tidak ada telepon, tidak ada yang memberitahu,” jelasnya (14/01).

Masih dalam kontroversi yang sama, Nurul mengaku bahwa LPJ hanya diserahkan ke SEMA, baru setelahnya SEMA yang menyerahkan ke wakil rektor bidang kemahasiswaan (05/01). Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan Arifin yang mengungkapkan bahwa LPJ DEMA hanya berhenti di SEMA saja (14/01).

Menanggapi hal tersebut, Syamsul selaku wakil rektor III,  menyampaikan bahwa DEMA secara garis hukum melaporkan laporannya kepada rektor terutama keuangan. Namun, ia mengaku tidak tahu terkait aturan internal yang telah dibuat SEMA, karena itu sudah merupakan aturan di tingkat mahasiswa.

Berkaitan dengan LPJ, Locus menanyakan kepada Arifin selaku ketua SEMA mengenai apa saja syarat melakukan LPJ. “Kalau syarat itu tidak ada, disebutkan saja bahwa DEMA itu melaporkan pertanggungjawabannya pada SEMA, eh tunggu pada SEMA atau WR III, ya? Kepada SEMA kalau tidak salah. Di undang-undangnya itu. Jadi nggak ada syarat harus gimana harus gimana,” jelasnya.

Wawan, salah satu perwakilan SEMA-I yang menghadiri LPJ DEMA menjelaskan bahwa LPJ DEMA disampaikan tanpa tata tertib sidang, dan penyampaiannya pun setengah formal.

“DEMA akan segera menyusun tentang regulasi bagaimana menyampaikan LPJ itu harusnya bagaimana. Jadi mereka itu sifatnya dari tahun ke tahun itu cuma berdasarkan yang lalu-lalu. Kalau kita kan harapannya dari DEMA itu ada regulasi yang pakem. Itu tak suruh membuat itu, dan DEMA katanya siap dan nanti juga dilampirkan datanya. Nanti mereka akan memperbaiki semua catatan-catatan yang disampaikan,” tuturnya saat diwawancarai Locus melalui telepon (15/01).

Hal ini pun dibenarkan oleh Sekjen DEMA-I, Saiffudin Zuhri. “Kalau ketika LPJ-an memang tidak ada tata tertib,” ungkapnya saat ditanya Locus melalui Whatsapp (16/01).

Mawar (nama disamarkan), salah satu partisipan forum menyatakan bahwa LPJ DEMA terkesan hanya formalitas saja. “Saya kan perwakilan dari UKM, kalau dari UKM saya biasanya itu teratur dan terstruktur dengan baik. Kalau menurut saya pribadi, untuk yang Dema-I ini kurang terstruktur dan saya amati secara online malah seperti hanya formalitas, acaranya seperti kumpulan biasa. Kemudian saat online itu pun hanya melihat ketuanya membacakan LPJ. Untuk file LPJ itu tidak di-share juga tidak ditampilkan. Jadi cuma melihat orang baca saja,” ungkapnya (15/01).

Lebih lanjut mengenai LPJ, saat Locus meminta untuk dilihatkan LPJ DEMA, Nurul beranggapan bahwa mahasiswa berhak tau LPJ yang telah dibuat, tetapi saat Locus meminta untuk dilihatkan bukti fisiknya ia mengungkapkan bahwa LPJ hanya bisa dilihat di kantor DEMA atau kantor SEMA, tidak bisa keluar dari kantor. Ia juga melarang untuk menyalin laporannya baik dalam bentuk foto, fotokopi, maupun tulisan.

“Dengan ingatanmu kan bisa, kemudian diingat-ingat apa hal yang urgent dan lain sebagainya. Kalau dikopi gak boleh, kita juga melihat legal standing dari kalian, dasar hukumnya apa kaya gitu,” ujarnya.

Saat Locus meminta untuk dilihatkan AD/ART dan LPJ DEMA. Sampai berita ini rilis, DEMA belum memperlihatkan lebih lanjut terkait hal ini.

Menanggapi hal ini, Hilmi beranggapan bahwa LPJ adalah sesuatu yang sakral yang harus dipertanggungjawabkan karena sangat erat kaitannya dengan permasalahan anggaran. “Dan kalau misal ada LPJ-an dan sampai saat ini tidak ada pemberitahuan, tidak ada transparansi, itu sepertinya akan mematikan sehatnya organisasi tersebut dalam menjalankan aktivitasnya,” tambahnya (17/01).

Dijelaskan dalam peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal 2 ayat 1, jelas tertera bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik.

Namun, Locus berhasil mendapatkan LPJ DEMA setelah memintanya kepada SEMA. Dalam hal ini, SEMA membolehkan LPJ dibawa untuk dianalisis ulang oleh Locus.

Setelah dianalisis ulang berdasarkan LPJ DEMA-I sebelum direvisi, dari  total 39 program kerja, ada 18 program yang terlaksana.  Jika dikalkulasikan hanya 46,1% saja program yang terlaksana. Di dalamnya juga terdapat lima kegiatan non programic, seperti temu BEMNUS di UIN Walisongo Semarang (19–21 Februari 2020), ngobrol-ngobrol santai I dan II yang dilakukan secara live Instagram (16 Mei dan 5 Juni 2020), audiensi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo (23 Juli 2020), serta Konsolnas DEMA PTKIN se-Indonesia bertempat di UIN Raden Fatah Palembang (27–29 November 2020).

Dari 18 program tersebut, yang terdapat rincian anggarannya hanya empat program kerja, di antaranya Upgrading dan Rapat Kerja sebesar Rp20.598.750,00; Bedah Buku “Menjerat Gus-Dur” sebesar Rp22.765.000,00; Seminar Nasional “Peran Pemuda dalam Menghadapi Bonus Demografi” sebesar Rp17.708.500,00; dan Seminar Nasional dan Pelatihan Bela Negara “Peran Mahasiswa Sebagai Garda Terdepan Menjaga Persatuan Bangsa” menghabiskan dana sabanyak Rp29.745.500,00. Total anggaran dari data tersebut berjumlah Rp90.817.750,00.

Dalam LPJ itu juga tidak terdapat rincian anggaran PBAK. Pasalnya kegiatan yang diadakan secara daring itu menghabiskan dana sekitar 390 juta rupiah. Melihat anggaran yang besar tersebut, Wawan menyatakan pelaporan anggaran PBAK memang tidak dikoreksi oleh SEMA, melainkan langsung kepada rektorat.

Reporter: Alfida Nur Cholisah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.