“Hidup mahasiswa!! Hidup rakyat Indonesia!! Hidup perempuan Indonesia kecuali Puan Maharani!! Hidup buruh yang melawan!!”
Sorakan tersebut terlontar dari Aliansi Mahasiswa Soloraya Menggugat di Bundaran Kartasura pada Kamis, (08/10). Aksi ini dimulai dengan longmarch dari arah Solo, Klaten, dan Boyolali menuju titik kumpul tugu Kartasura. Massa aksi yang berjumlah ribuan itu didominasi oleh mahasiswa, pelajar STM, dan serikat buruh. Mereka menyuarakan menolak Omnibus Law dengan dua tuntutan yaitu; mendesak presiden Joko Widodo untuk segera membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja dengan mengeluarkan Perpu; mengancam keras kepada pemerintah dan aparat keamanan yang sering bertindak represif kepada rakyat dalam upaya penolakan Omnibus Law Cipta Kerja terkhusus segera bebaskan Faqih yang ditangkap pada aksi Hari Tani—29 September 2020.
Aksi bermula pukul 14.57 WIB dengan beberapa massa aksi menaiki mobil untuk berorasi. Terlihat beberapa mahasiswa membawa berbagai macam bendera organisasi, tetapi orator meyakinkan mereka tidak membawa senjata tajam dan akan melakukan aksi dengan damai. Hingga pukul 15.13 WIB massa berhasil mengepung bundaran Kartasura.
“Tanggal 5 Oktober adalah hari pengkhianatan rakyat Indonesia. Ini adalah rezim orba lebih dari orba. Mereka dengan diam-diam membuat dan mengesahkan Omnibus Law tanpa melibatkan kita. Padahal kita belum siap untuk itu,” ujar salah satu orator perempuan.
Selain orasi dari beberapa mahasiswa, ada juga seorang bapak yang ikut angkat bicara bahwa ia sebagai pedagang kecil sangat terasa akan dampak dari Corona, apalagi jika nanti Omnibus Law tetap dijalankan. Orator lain juga menuntut agar presiden Joko Widodo segera menurunkan Perpu untuk membatalkan Omnibus Law.
Meski hujan turut melanda kota, mereka tetap berorasi dengan lantang. Tak henti-hentinya mereka teriakan “Lawan!!”. Hingga pada pukul 17.17 WIB massa menaikkan baliho yang bergambarkan ilustrasi DPR berkepala babi. Hal ini menjadi sorotan polisi dan aparat keamanan. Ketika baliho akan dinaikkan, sejumlah polisi menariknya dan memaksa untuk menurunkan baliho tersebut. Akibatnya dari arah yang berlawanan ada massa aksi yang melempar botol dan diikuti dengan lemparan-lemparan lainnya. Hal tersebut dibalas dengan luncuran gas air mata pertama dari polisi kepada massa aksi. Terlihat banyak korban akibat hal ini, beberapa korban dilarikan ke RS PKU Muhammadiyah Kartasura, sebagian lainnya mendapatkan perawatan dari tim medis dan ambulan.
Pukul 17.32 WIB akhirnya terjadi negosiasi antara kepolisian dengan massa. Pihak kepolisian meminta agar massa aksi segera membubarkan diri, karena akan diadakan pembubaran secara paksa. Saat itu, pihak media pun ditahan kepolisian untuk tidak meliput ataupun mengambil gambar karena dikhawatirkan akan memancing amuk massa. Namun, demonstran lain khawatir jika tidak ada dokumentasi rekan-rekannya diculik dan mereka tidak memiliki bukti akurat untuk membebaskannya. Namun, pihak kepolisian meyakinkan bahwa tidak akan ada penculikan.
Aksi ini berakhir ricuh hingga malam hari. Sebuah mobil Satpol PP terbakar, dan hingga saat ini belum diketahui pelakunya.
Reporter: Alfida & Bilal
Fotografer: Bilal & Mellya
Editor: Hanum