May Day; Kita Semua Adalah Buruh

  • By locus
  • Mei 1, 2025
  • 0
  • 77 Views

Dokumentasi : Ibrahim Abdurrahman / LPM Locus

 

Surakarta, Kamis (01/05/2025) – Puluhan mahasiswa, Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) dan buruh menggelar aksi “May Day”. Aksi ini menjadi panggung bagi buruh di Solo Raya untuk menyampaikan aspirasi mereka. Pukul 15.00 WIB, demonstran berkumpul di lapangan parkir Benteng Vastenburg dan mulai bergerak ke arah Balai Kota Surakarta pada pukul 15.30 WIB. Aksi berlangsung hingga demonstran meninggalkan area pada pukul 19.00 WIB.

Adapun salah satu tuntutan yang dibawakan adalah menghapus sistem outsourcing yang berdampak pada sistem kontrak dan membatasi hak buruh untuk berserikat. Hal inilah yang membuat Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan menjadi bermasalah, sehingga menimbulkan keresahan dari pekerja tetap atas hak-hak mereka yang tidak terpenuhi. Selain itu, adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dari beberapa perusahaan membuat rakyat kesulitan mencari pekerjaan.

Terhitung sejak awal tahun 2025, PHK terus meluas dan mengakibatkan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan. Tingkat pengangguran semakin meningkat dan diperparah dengan sistem kerja kontrak serta outsourcing yang menyebabkan posisi pekerja berada dalam keadaan rentan dan tanpa kepastian.

Amin dari Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) menuturkan bahwa perjuangan buruh juga mencakup pemuda dan mahasiswa. “Sistem pendidikan dan ketenagakerjaan itu satu kesatuan dan semua orang akan terdampak oleh sistem ini,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa pemuda di Indonesia dihadapkan pada diskriminasi usia dan pengalaman kerja. “Kita tahulah, ramai dengan adanya diskriminasi pekerjaan. Umur 25 itu sudah dianggap fosil dan harus punya pengalaman kerja yang banyak,” tegasnya.

Sejalan dengan pendapat Amin, bisa kita simak berbagai iklan lowongan pekerjaan yang menunjukkan diskriminasi atau batasan usia yang tidak rasional terhadap kapasitas seorang pekerja. Hal inilah yang disuarakan oleh GSBI.

Kumpulan foto postingan lowongan kerja akun instagram @lokersolo

 

Salah satu tuntutan lainnya adalah penegakan upah minimum yang layak, yang disuarakan dalam aksi hari ini. Demonstran mengusulkan agar pemerintah daerah dan Wali Kota Solo menetapkan UMK yang sesuai dengan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Seperti yang dialami oleh Wawan dan Rahman ketika diwawancarai Locus, mereka menuturkan bahwa saat menjadi buruh di sebuah kedai kopi di Solo, gaji yang diperoleh tidak sesuai dengan tanggung jawab kerja dan sering kali tidak dibayarkan tepat waktu.

“Gajiku sudah sedikit, masih dicicil. Harusnya gajian tanggal 5, tapi baru turun semua tanggal 20. Itu berulang terus sampai aku resign,” ucap Wawan, seorang buruh kedai kopi.

“Waktu itu dijanjikan gajinya 50 ribu sebelum aku iyakan tawaran kerja paruh waktu, tapi pas ditransfer cuma 46 ribu. Mau protes, tapi temanku juga nggak tahu apa-apa,” tutur Rahman, buruh lepas.

Melalui aksi ini, Hasan, salah satu demonstran, berharap agar pemerintah menyusun ulang regulasi dan lebih memperhatikan kesejahteraan buruh Indonesia.

“Kalau harapanku sendiri, mungkin nasib buruh ini lebih digagas, ya. Karena kalau ngomongin soal buruh, nggak cuma buruh kasar, pekerja kantoran juga buruh. Di situ kita lihat ada kesenjangan,” tukasnya.

 

Penulis : Bram, Syifa

Reporter : Syifa, Bram

Editor : Alfida

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.