Panggung Politik, Buruh Tercekik

  • By locus
  • Mei 12, 2025
  • 0
  • 168 Views

Foto : https://www.fraksigerindra.id/600-ribu-warga-tumpah-ruah-di-kampanye-akbar-prabowo-gibran/

 

Dari sekian banyaknya janji kampanye pasangan Prabowo dan Gibran, salah satu yang paling menarik perhatian adalah komitmen mereka untuk menciptakan 19 juta lapangan kerja baru. Janji ini disampaikan Gibran saat menjelaskan visi, misi, dan program kerja dalam debat calon wakil presiden di Jakarta Convention Center, Senayan, pada 22 Desember 2024.

Sayangnya, realitas di lapangan tidak selalu sejalan dengan harapan. Di Sukoharjo, pada Januari 2025, masyarakat dikejutkan oleh kabar pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia. Pailit adalah keadaan ketika suatu badan usaha secara hukum dinyatakan tidak mampu membayar utang yang sudah jatuh tempo. 

Sekilas mungkin orang-orang mengira bahwa pailit ini hanya berdampak kepada para karyawan Sritex saja. Setelah berbincang dengan beberapa orang, ternyata dampak dari runtuhnya salah satu pabrik tekstil terbesar di Indonesia ini sangat luas. Selain para karyawan yang kehilangan pekerjaan, ada juga para penjual jajanan di sekitar pabrik, penjual mainan anak, penjual makan, pemilik kos-kosan yang digunakan para karyawan pabrik, ojek pangkalan, ojek online, dan masih banyak lagi pekerjaan lain yang mengalami kerugian atas pailitnya PT Sritex ini.

Selain PT Sritex yang mengalami pailit dan berdampak PHK massal kepada lebih dari 10.000 karyawan, badai PHK besar-besaran ini terjadi di beberapa perusahaan lain, PT Sanken Indonesia menyatakan tutup pada bulan Juni 2025 yang diperkirakan akan berdampak pada ratusan buruh pabrik, serta perusahaan berlabel Yamaha akan menutup operasinya, yang diprediksi akan berdampak kepada 1.000 lebih karyawan pabrik. 

Janji yang diberikan oleh pasangan Prabowo Gibran berbeda dengan yang terjadi dilapangan, kenyataan PHK massal terjadi dan akan terjadi lagi, bukan malah 19 juta lapangan pekerjaan, seperti janji manis yang mereka sampaikan saat kampanye Pilpres 2025.

Dari banyaknya berita pahit yang diterima oleh buruh-buruh di Indonesia, para buruh hanya bisa meminta keadilan terhadap pemerintah, melalui penyampaian aspirasi melalui demo, sosial media, ataupun pembuatan serikat buruh untuk menyatukan suara para buruh yang tak kunjung didengar oleh para pemerintah, yang berkuasa menduduki bangku nyaman di gedung yang juga dibangun oleh para buruh.

Setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau disebut May Day. Pada awal Mei 2025 lalu terjadi aksi buruh di berbagai kota yang diwarnai oleh masyarakat. Mereka menganggap bahwa buruh masih kurang diperhatikan oleh pemerintah, padahal buruh adalah salah satu aspek penting di Indonesia. Buruh adalah motor penggerak sektor industri, pertanian, jasa, dan infrastruktur. Tanpa buruh, proses produksi barang dan jasa akan berhenti, menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. 

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang serikat pekerja/serikat buruh menjamin hak buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh. Setiap warga negara berhak berserikat, berkumpul, menyampaikan pendapat secara lisan atau tulisan, mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta diperlakukan sama di hadapan hukum. Hak-hak ini dijamin dalam semangat kebebasan yang terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Undang-Undang ini dibuat untuk melindungi hak asasi setiap warga negara dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai rakyat Indonesia yang negaranya menjadikan buruh sebagai pondasi dari banyaknya pekerjaan, sangat disayangkan negara belum bisa memberi upah yang sesuai. Karena masih banyak buruh yang dibayar kurang dari standar minimum, upah yang tidak konsisten, sering lewat dari jam kerja, tidak ada kepastian BPJS Kesehatan, dan sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum bahkan dari orang terdekat mereka sekalipun. 

Mau sampai kapan pemerintah mempermainkan rakyatnya dengan janji-janji kampanyenya yang sangat manis untuk mendapatkan suara rakyat yang menjerit demi bertahan hidup. Mau sampai kapan pemerintah berkampanye dengan mempermainkan hidup manusia seakan tidak ada harganya, yang ditukar dengan satu pemilihan suara saat Pemilihan Umum (Pemilu). Harus ada perubahan pola pikir dari pemerintah yang dengan mudahnya menawarkan janji manis, sementara kehidupan rakyat terus dihimpit penderitaan berkepanjangan.

Butuh berapa kali May Day lagi untuk menyadarkan pemerintah, butuh berapa banyak lagi buruh yang menyerah atas hidup mereka, butuh berapa banyak lagi buruh-buruh yang bahkan untuk bersuara saja harus diwakili oleh orang lain karena mereka masih disibukkan oleh pekerjaan buruh mereka. Hari Buruh bukan sekadar perayaan atau unjuk rasa, ia adalah pengingat bahwa kemajuan sebuah negara tidak pernah lahir dari ruang kosong, melainkan dari peluh, lelah, dan dedikasi jutaan buruh di balik layar. Di tengah gempuran zaman dan tekanan ekonomi global, sudah seharusnya negara berdiri bukan hanya sebagai pemimpin, tetapi sebagai pelindung hak dan martabat kaum pekerja. May Day bukan akhir dari perjuangan, melainkan titik refleksi: Apakah kita telah cukup adil kepada mereka yang menopang negeri ini?

 

Penulis : Ibrahim Abdurrahman

Editor : Alfida

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.