Di suatu petang sepulang dari perantauan, seorang anak berbincang serius dengan bapaknya. Joko, tentu bukan nama sebenarnya.
“ Paklikmu wingi rene terus ngomong nak wonge milih koe sing meh dicalonke dadi kaur ,” (Om kamu kemarin kesini terus bilang akan milih kamu untuk dicalonkan menjadi kaur) ucap Sudarma dengan wajah yang menampakan keseriusan.
“Kan aku ndek wingi sampun sanjang bapak nak aku boten tertarik dadi kaur, kan rien aku mpun pernah ngomong” (Loh kemarin kan aku sudah bilang sama bapak kalau aku ngga tertarik jadi kaur, aku dulu pernah bilang) dengan sedikit tertawa kecil Joko berucap demikian.
“Yo bapak sih terserah koe, pokoke bapak yakin ning awakmu iso luih dadi uwong” (Ya kalau bapak sih terserah kamu, yang penting bapak yakin kalau kamu bisa jadi orang sukses) terihat pancaran senyuman dari bibir pak Sudarma yang banyak menaruh harapan besar ke Joko.
“Nggih bapak, aamin” (Ya Pak, amin) jawab Joko.
Begitulah kira-kira obrolan antara Joko dan Pak Sudarma. Obrolan tersebut terjadi kala Paklik Joko yang merupakan seorang kepala desa datang kerumah Joko. Paklik Joko merupakan seorang kepala desa dari tahun 2019 sampai nanti tahun 2025, ya 6 tahun lamanya jabatan kepala desa akan diemban. Sebelumnya mari kita mengenal lebih dalam tentang si Joko dan keluarganya dan asal usul dinasti kepala desa bisa muncul.
Joko, dia merupakan mahasiswa tingkat hampir akhir di sebuah kota yang tenang, murah dan yang pasti lebih maju dari kota kelahirannya. Situasi pandemi membuatnya lebih banyak dirumah namun sesekali dalam seminggu Joko pergi ke kota dimana ia menempuh pendidikan. Entah itu mengurus kesibukan kuliah atau hanya sekadar melepas rindu dengan kawan. Sebenarnya keluarga kecil Joko adalah keluarga yang biasa-biasa aja dan sederhana namun sangat berbeda ketika melihat keluarga besarnya. Joko merasa dia agak terbebani dengan nama besar dari keluarga besar (keluarga kakek dari bapak).
Nama Mbah Sutrisno dikenal luas masyarakat didesanya walaupun sebenarnya beliau telah meninggal bahkan sebelum Joko dilahirkan. Tetapi nama besarnya membuat sebuah perbedaan dimasyarakat, orang-orang menganggap keluarga keturunan Mbah Sutrisno adalah keluarga yang baik dan tidak suka neko-neko. Dahulu Mbah Sutrisno merupakan orang yang dikenal karena kedermawanannya dan juga kekayaannya. Hal inilah yang membuat Joko merasa harus membentengi diri di masyarakat supaya kelakuan yang dilakukannya tidak membuat nama besar mbahnya tercoreng. Mbah Sutrisno memiliki 12 anak akan tetapi anak ke 2,3,4 dan 8 telah berpulang ke Sang Pencipta.
Bapak dari Joko, Sudarma merupakan anak ke-6 dan beliau menjadi laki-laki tertua di keluarga besarnya setelah sepeninggalan kedua kakak laki-lakinya. Untuk segala urusan yang menyangkut keluarga besar pastilah Sudarma menjadi orang yang paling vital dalam menentukan hal-hal yang dipermasalahkan di keluarga. Mayoritas saudara kandung Sudarma menetap di desa yang sama bahkan hanya 2 orang yang tinggal berbeda desa, pun salah satunya masih dalam satu Kecamatan yang sama. Hal menarik dari keluarga Mbah Sutrisno yaitu bisa dikatakan menguasai hampir semua kursi perangkat di desa dan lebih dari 20 tahun sudah berlangsung demikian. Sebenarnya kekuasaan sudah dipegang sejak zaman kakek buyut dari Sudarma. Buyut Sudarma merupakan kepala desa pada saat itu dan naasnya dia mati terbunuh dengan sayatan clurit di badan oleh lawan politiknya. Setelah itu kekuasaan lepas dari keluarga Sutrisno dan dipegang oleh orang lain.
Namun semua itu tidak berlangsung lama, karena sekitar tahun 1980an akhir, kakak dari Sudarma yaitu Suparja mencoba peruntungan dengan mencalonkan diri menjadi kepala desa, namun sialnya saat itu juga Sudarma diterima di perguruan tinggi swasta di sebuah kota dimana saat ini Joko menempuh pendidikannya. Padahal ia hanya kurang menyelesaikan administrasi pembayaran sebelum resmi menjadi mahasiswa. Sebab mencalonkan diri sebagai kepala desa butuh dana yang banyak, ya kalian tahu lah uang tersebut untuk apa. Terpaksa Mbah Sutrisno memakai uang yang sebelumnya diperuntukan untuk biaya kuliah Sudarma digunakan untuk pencalonan kepala desa Suparja. Akhirnya Sudarma marah dan mengamuk hingga akhirnya ia membakar semua ijazah mulai dari SD sampai SMA. Sialnya saat itu juga Suparja gagal dan kalah dalam pemilihan.
Beberapa tahun kemudian akhirnya Suparja kembali mencalonkan diri maju sebagai bakal kepala desa dan singkatnya ia berhasil unggul dan menjadi kepala desa tepatnya pada tahun 2001. Sejak saat itu juga kekuasaan kepala desa kembali dipegang keluarga mbah Sutrisno. Periode pertama 2001 sampai 2007 Suparja menjadi kepala desa. Kemudian ditahun yang sama kembali diadakan pemilihan calon kepala desa. Suparja kembali mencalonkan diri dan ia berhasil mempertahankan kedudukannya. Suparja mengangkat beberapa perangkat desa dan sudah bisa ditebak mereka juga berasal dari keluarga Mbah Sutrisno. Sesuai peraturan yang ada bahwa kepala desa hanya dapat menjabat selama 2 periode, di tahun berikutnya ia tidak bisa maju kembali untuk berebut kursi.
Di tahun 2013 ketika Suparja pensiun dari kepala desa kemudian adik dari Suparja yaitu Basuki mencoba mencalonkan diri untuk menjadi kepala desa periode berikutnya. Masalah muncul ketika istri dari Suparja juga ikut mencalonkan diri. Karena hal itu terjadilah perpecahan diantara keluarga besar mbah Sutrisno, sebagian keluarga mendukung istri dari Suparja dan sebagian lagi mendukung Basuki, dan saat itu Sudarma ia lebih mendukung Basuki yang notabenenya merupakan adiknya sendiri. Alasan Sudarma lebih condong ke Basuki karena ia merasa sudah saatnya ganti karena dirasa keluarga Suparja sudah lama mengemban amanah jadi kepala desa jadi biar adiknya saja yang maju, ujarnya. Namun istri dari Suparja kukuh untuk mencalonkan diri alhasil keadaan semakin keruh karena hal tersebut. Singkat cerita Basuki berhasil unggul dipemilihan dan karena hal itu juga keadaan keluarga besar Mbah Sutrisno renggang dan bisa dibilang saling bermusuh-musuhan.
Saat Basuki menjabat ditahun 2013-2019 sebenarnya ia pernah berjanji ingin mengangkat kakak dari Joko yaitu Selamet untuk menjadi kaur. Akan tetapi saat itu Basuki tidak menepati janjinya. Praktik nepotisme ini telah jauh terjadi sebelum kasus Joko diatas. Hal yang sama pun juga ditanggapi dengan ketidakmauan oleh Selamet. Ia berkata “ nak aku niat dadi perangkat pora yo aku wes niat kuliah dari awal” dan Selamet lebih memilih menekuni pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya yaitu menjadi montir. Selamet pun sudah mempunyai bengkel sendiri dirumahnya. Selain Selamet saat itu Basuki telah mengangkat seseorang menjadi perangkat yang tidak lain juga merupakan keponakannya sendiri.
Singkat cerita Basuki selesai menjabat sebagai kepala desa di tahun 2019 dan selesai juga permusuhan yang terjadi di dalam keluarga besar Mbah Sutrisno. Sebenarnya setelah Basuki selesai menjadi kepala desa, dari pihak keluarga besar Mbah Sutrisno merasa sudah waktunya membiarkan orang lain yang menjadi kepala desa. Akan tetapi saat itu juga ada seorang calon kepala desa yang menyulut api dengan memaki dan terkesan meremehkan keluarga Mbah Sutrisno yang dikatanya tidak berani maju lagi. Akhirnya karena hal itu juga dari pihak keluarga Mbah Sutrisno kembali maju untuk berebut kursi kepala desa dan saat itu yang maju adalah adik ipar dari Sudarma sendiri yaitu suami dari adik perempuan (anak ke 8) di keluarga mbah Sutrisno yang bernama Sumarlan. Singkat cerita Sumarlan berhasil menang dan menjadi kepala desa tahun 2019 sampai 2025 nanti. Kejadian di atas sebenarnya tidak sepenuhnya salah karena memang jika dilihat dari proses pemilihan pun tidak asal menunjuk dan dipilih secara turun-temurun akan tetapi melalui proses pencoblosan ya walaupun bisa dikatakan jauh dari kata “adil”. Mau bagaimanapun praktik seperti ini sudah mendarah daging di negara kita dan terpaksa kita tidak bisa menghindarinya jadi, nikmati saja.
Kembali ke masalah Joko yang dibujuk untuk menjadi Kaur, Akhirnya setelah beberapa kali didatangi dan dirayu dengan berbagai dalih Joko pun menerima tawaran tersebut. Tidak ada yang bisa mengerti dan memahami isi hati dan pikiran manusia. Contoh Joko yang awalnya kukuh dengan idealismenya yang tidak mau dan terkesan berontak ketika ditawari untuk menjadi Kaur akhirnya dalam beberapa kesempatan ia pun bisa berubah pikiran.
Reporter : YR
Penulis : YR
Editor : Elsa L
Redpel media online : Nurul