PAHLAWAN IKLIM DAN SEPEDA KAYUHNYA

  • By locus
  • April 30, 2024
  • 0
  • 163 Views

 

Roda Sepeda milik Nala berputar riang gembira mengelilingi jalanan Kota Solo. Kesana kemari membawa beribu harap bagi kesejahteraan dan keselamatan bumi tercinta. Kardus bertuliskan advokasi yang dicoretnya menggunakan spidol berisi kalimat peringatan “Pukul Mundur Krisis Iklim”, “Tidak ada Planet B,” dan lain sebagainya, menempel di bagian depan sepeda bak sedang memimpin perjalanan mereka. Tulisan tersebut yang menjadi keunikan sepeda Nala dibanding sepeda milik orang lain. Nala Aprilia, 20 tahun, aktivis lingkungan yang berdomisili di Solo dan besar di Bogor ini, sudah sering melakukan aksi Climete Strike atau Pemogokan Iklim sejak tahun 2021.

“Aku sudah melakukan clime strike atau pemogokan iklim sebanyak 80 kali sejak tahun 2021,” jelas gadis berdarah sunda tersebut, dengan penuh rasa bangga.

Perjalanannya hingga bisa berbicara dari A sampai Z mengenai krisis iklim dengan lugas seperti sekarang ini tidaklah mudah. Aksi demi aksi yang ia lakukan, kampanye demi kampanye yang ia sebarkan, advokasi demi advokasi yang ia suarakan, tak selalu berjalan mulus dan lancar. Pasti ada saja rintangan yang harus Nala tuntaskan, apalagi menjadi aktivis lingkungan di negara yang belum begitu memahami arti bumi bagi kehidupan. Ia harus dihadapkan oleh masyarakat Indonesia yang kolot dan masih belum bisa membuka mata sepenuhnya mengenai pentingnya menjaga kestabilan iklim dan bumi kita.

Mau bagaimana pun, Nala merupakan remaja biasa yang memiliki rasa malu, ragu-ragu, dan bimbang di awal. Apalagi ia berada di tengah masyarakat yang masih memandang sebelah mata aktivis lingkungan dan isu-isu soal iklim. Nala tidak pernah menyangka, niatnya yang hanya ingin menyelamatkan hidupnya dan dirinya sendiri supaya bisa tinggal di bumi yang layak huni, kini menjadi peluang baginya untuk aktif menyuarakan isu lingkungan dan iklim. Ia aktif berkampanye dan terus menekankan pentingnya melakukan upaya-upaya pengurangan krisis iklim, baik di sosial media miliknya maupun secara langsung dengan menjadi pemateri dan narasumber. Termasuk usahanya meluangkan waktu untuk wawancara ini. Gadis tersebut telah melakukan perjalanan panjang untuk bisa sampai di titik ini.

“Karena aku malu, taulah orang Indonesia kayak gimana kalo misalnya melihat orang yang diam dan melakukan hal yang tidak wajar dan tidak umum gitu, pasti dilihatin terus, misalkan aku bawa kardus dan isi kardusnya ‘Pukul mundur krisis iklim,’ terus aku diam di sisi jalan, pasti orang-orang mikirnya kayak, ini orang lagi ngapain sih sebenernya ga jelas banget, aku takutnya dikira gila gitu ya, maka dari itu aku kan suka sepedahan, kata aku, apa aku tempelin aja atau aku iket aja ya kardus tentang advokasiku ini ke sepeda aku, nah ternyata diterima lah ya, diterima baik,”

Menurutnya, kampanye krisis iklim yang efektif dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia atau lebih spesifiknya masyarakat di sekitarnya ialah dengan menggunakan sepeda. Karena jika harus melalukan aksi seperti konsolidasi pada umumnya, dengan berdiri membawa poster, berteriak-teriak menyuarakan kebijakan pemerintah yang merugikan bumi dan bisa meningkatkan krisis iklim, di Indonesia hal tersebut belum awam terjadi. Nala masih merasa malu untuk melakukan hal baru dan asing di depan masyarakat Indonesia yang minim kesadaran akan isu lingkungan. Untung saja ia memiliki inovasi dan ide baru, menyuarakan krisis iklim sambil bersepeda keliling kota. Aksi temuannya tersebut pun mendapat banyak sorotan dan menarik perhatian aktivis lingkungan lain. Saat Nala meluncurkan aksi bersepedanya tersebut, terdapat beberapa words of affirmation yang ia terima dari berbagai oknum, seperti teriakan “semangat gowesnya cantik,” “kamu keren banget,” dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadi momen paling berkesan bagi Nala ketika bersepeda membawa kardus bertuliskan kalimat reminder tersebut.

”Ada sih tukang lumpia basah waktu itu di dekat rumah, dia bilang kayak. ‘Neng terusin ya!’, kayak gitu, pokoknya kaya pujian gitu, nah itu berkesan banget buat aku,” ucap Nala diiringi senyum mengingat momen yang membuatnya bahagia tersebut.

Suka duka bergerak menggemakan isu lingkungan telah ia lalui selama tiga tahun. Ideologi yang hingga saat ini ia pegang dan tanamkan dalam dirinya ialah, “gimana aku jadi sukses kalau misalkan bumi yang aku tempati aja nggak beres?” Dedikasi dan totalitasnya dalam menjaga lingkungan dan memukul mundur krisis iklim memang patut diacungi jempol. Tiga tahun telah berlalu, tanggal 20 Oktober 2021 merupakan tanggal bersejarah bagi Nala, sebab hari itu merupakan kali pertama Nala melakukan aksi Climate Strike. Ia menjelaskan bahwa awal mulai ia memiliki keinginan untuk berkecimbung di ranah lingkungan dan iklim ialah melalui sosial media.

“Sebenernya, ada satu video dari akun Instagram yang namanya itu Mbak Citras, dia desainer dari Sejauh Mata Memandang. Nah, di Instagramnya kan aku stalking, terus aku nemu video Greta Thunberg. Sebelumnya aku gatau kan itu video apa dan itu siapa yang ngomong, nah tiba-tiba aku penasaran aja pengen lihat, ada satu anak perempuan yang ngomong di white house nya US gitu di depan para pejabat negara dan dunia, tentang keadaan bumi saat ini tu ga baik-baik aja, trus sekarang kita udah di ambang batas bahkan melebihi suhu bumi,”

Menurutnya, hal yang menjadi pendorong ia bisa bergerak dan memberikan banyak impact pada perubahan iklim dan lingkungan ialah video Greta Thunberg yang melakukan aksi konsolidasi. Gadis kecil asal Swedia itu seakan-akan menyihir Nala sampai terkagum-kagum. Nala menjelaskan bahwa aksi heroik dari Thunberg ialah ketika ia selalu bolos di hari Jum’at dan mendatangi kantor pemerintahan setempat kemudian berdiri diam dengan membawa beberapa tuntutan dan advokasi perihal lingkungan dan iklim kepada pemerintah setempat. Ia memprotes kebijakan pemerintah Swedia yang masih saja melegalkan perusahaan batu bara atau perusahaan yang merusak lingkungan untuk terus berdiri. Aksi Thunberg pada saat itu dianggap remeh dan ia kerap mendapatkan cacian dari masyarakat yang lewat. Akan tetapi setelah satu kali, dua kali, tiga kali, dan seterusnya, aksinya tersebut mencuri perhatian belahan masyarakat yang tergerak hatinya dan masih peduli akan keseimbangan lingkungan dan bumi. Hingga akhirnya muncul nama gerakan Friday’s for Future.

“Itulah kenapa Climate Strike atau Pemogokan Iklim itu dilakukan dihari Jumat ya karena pada awalnya Greta Thunberg melakuka Climate Strike di hari jumat,”

Dalam wawancaranya, Nala menjelaskan perihal kerusakan lingkungan yang paling ia sayangkan yaitu kenaikan suhu bumi. Menurutnya, konsistensi suhu bumi merupakan satu hal yang paling bisa diupayakan, tetapi tetap saja manusia memandang kecil hal tersebut. Hingga akhirnya bumi, tempat kita tinggal dan menetap, mulai kusut, tua, dan layu. Semakin hari, seakan-akan matahari semakin dekat hingga sejengkal di atas kepala. Dari Sabang sampai Merauke bahkan penjuru dunia sekalipun, semua merasakan kenaikan suhu bumi yang signifikan. Entah sudah berapa liter keringat dan kibasan tangan akibat suhu yang membakar raga bahkan jiwa.

”Aku ingin mencoba mengenalkan ke orang-orang di sekitar aku bahwa ya bumi yang sekarang panas, yang sekarang kita rasakan itu bukan semata-mata ada langsung tanpa alasan. Kayak di Bogor sekarang ini tu panas, walaupun hujan, tapi tetep panas, hampir sama kayak di Solo walaupun ga sepanas Solo banget, tapi tetep panas, padahal Bogor loh ini,” jelas Nala sedikit geram.

Nala juga mengungkapkan pemikiran dan alasannya ingin menyebarluaskan isu lingkungan kepada orang-orang di sekelilingnya. Selain ingin meningkatkan insight masyarakat Indonesia mengenai krisis iklim dan bumi, ia ingin masyarakat sadar dan melakukan hal kecil sebagai upaya pemogokan krisis iklim. Seperti misalnya, dengan menghindari segala sesuatu yang satu kali pakai, menghabiskan makanan yang kita makan hingga tidak ada sisa, bersepeda atau menggunakan transportasi umum ketika bepergian, dan masih banyak lagi. Ia juga berharap masyarakat Indonesia dan dunia bisa bertanggungjawab dan berkontribusi sesuai dengan sebagaimana peran manusia yang tinggal di bumi. Tak lupa, ia juga menaruh harapan kepada pemerintah negeri kita, Indonesia, supaya bisa mengimplementasikan kebijakan terkait transisi energi dan hal-hal yang dapat bermanfaat bagi keberlanjutan bumi.

“Pengen juga Indonesia tuh jadi negara yang sustainable gitu, memakai energi yang bersih. Pemerintah serta masyarakat berkolaborasi dan membangun Indonesia yang lebih baik dan memperbaiki hal-hal yang sudah rusak,” ucap Nala penuh harap.

Saat ditemui di kos-kosan miliknya, Nala memberikan beberapa closing statement yang penuh arti dan juga menyentuh hati. Ia memiliki segudang harapan pada anak muda yang akan menjadi penentu mau dibawa kemana bumi kita ini dan mau jadi apa bumi kita kelak.

“Untuk anak muda, jangan biarkan masa mudamu dipakai untuk tidak memperhatikan lingkungan karena bumi yang sekarang pasti akan memburuk di masa depan bila kita tidak melakukan hal apapun.”

 

 

Oleh: Salsabil Muti Alifah Yusuf

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.