Lagi Lagi Soal Literasi

  • By locus
  • Juli 3, 2024
  • 0
  • 109 Views

Sumber foto : https://library.hkust.edu.hk

Beberapa waktu lalu saya dihubungi lewat chat oleh teman seangkatan saya di kampus (namun berbeda jurusan). Dalam pesan chatnya, teman saya meminta tolong kepada saya membuatkan daftar pustaka untuk tugas makalahnya, tentu saya tidak keberatan membantunya, karena menolong teman adalah suatu perbuatan yang baik. Sekaligus saya bisa berbagi pengetahuan yang saya punya sehingga bermanfaat untuk orang lain.

Tetapi, masalahnya bukan hanya sekali dua kali dia meminta dibuatkan daftar pustaka oleh saya, terhitung sudah tujuh kali dalam dua semester ini saya dimintai tolong membuatkannya daftar pustaka. Bukan apa-apa, tetapi dari awal saya sudah memberinya file berformat PDF berisi panduan menulis daftar pustaka yang baik dan benar. Untuk kemudian bisa dia pelajari dan dijadikan pedoman dalam menulis daftar pustaka, yang saya harap bisa dia terapkan dalam tugas-tugasnya kedepan.

Sayangnya dia tidak mau membaca panduan itu, bahkan sekadar membukanya saja mungkin tidak. Ia lebih memilih jalur instan dengan meminta saya membuatkannya, dia tidak mau repot mempelajari format penulisan daftar pustaka yang dia bilang “Ribet ah, gawekno wae”. Kemudian saya berpikir, sesulit itukah hanya untuk membaca? Padahal sudah ada panduannya tinggal diikuti saja, jangankan sekelas mahasiswa, siswa Sekolah Dasar (SD) pun saya yakin bisa kalau dia mau membaca.

Memang tidak semua mahasiswa seperti teman saya tersebut, peristiwa diatas adalah contoh kecil yang saya temui disekitar saja. Rendahnya tingkat literasi dan minat baca di kalangan siswa dan mahasiswa seperti pada kasus teman saya di atas, menjadi salah satu penyebab utama pendidikan indonesia dalam menghadapi tantangan serius dalam mencapai standar yang diharapkan dibandingkan dengan negara-negara lain.

Minat adalah kegiatan yang dapat dilakukan oleh seseorang secara terus-menerus dalam melakukan proses belajar. Minat adalah kecenderungan yang bersifat tetap untuk memperhatikan serta mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan di sini ialah kegiatan yang diperhatikan secara terus-menerus dan disertai oleh rasa senang hingga mendapatkan kepuasan.

Kemauan serta kemampuan seseorang dalam membaca akan memengaruhi pengetahuan serta keterampilan seseorang. Dengan banyak membaca, dapat dipastikan orang tersebut akan memiliki banyak pengetahuan yang akan membantu dirinya sendiri dalam melakukan banyak hal yang sebelumnya tidak dia kuasai. Sehingga orang yang banyak membaca akan memiliki kualitas melebihi orang yang tidak menaruh minat pada kegiatan membaca.

Rendahnya minat baca dan kesadaran literasi masyarakat kita dibuktikan dari data statistik UNESCO, data teresebut menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangatlah memprihatinkan, yaitu hanya 0,001% saja. Itu berarti, dari 1.000 orang Indonesia, hanyaada 1 orang yang rajin membaca. Selanjutnya, dari data penelitian yang dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di tingkat pendidikan yang ada di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu 14,6%. Jauh lebih rendah daripada Malaysia yang memiliki persentase hingga 28%.

Menurut Republika (23/5/2022), Masyarakat Indonesia rata-rata membaca 0 sampai satu buku per tahun. Kondisi seperti ini lebih rendah dibandingkan penduduk di negara-negara anggota ASEAN, hal tersebut membuat ketimpangan saat disandingkan dengan warga Amerika Serikat yang sudah terbiasa membaca sepuluh sampai dua puluh buku pertahun. Di waktu yang bersamaan juga, warga Jepang membaca buku sepuluh sampai dengan 15 buku dalam kurun waktu satu tahun

Minimnya minat baca di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kurangnya kebiasaan membaca sejak kecil. Padahal, masa kanak-kanak adalah golden age di mana anak-anak sedang cepat tumbuh dan berkembang. Jadi, orang tua punya kesempatan bagus untuk membentuk kebiasaan membaca pada anak-anak mereka sejak dini.

Di Indonesia, banyak orang tua malah lebih nyaman membiarkan anak-anak mereka bermain gadget ketimbang bersentuhan dengan buku. Mudah dilihat dari anak-anak yang sudah diperkenalkan dengan gadget bahkan sebelum masuk Taman Kanak-Kanak (TK). Padahal, menurut Motherly.com, usia yang pas untuk mengenalkan anak dengan smartphone adalah pada usia 10-12 tahun. Akibatnya, anak menjadi lebih tertarik dengan tayangan video, game, dan gambar gambar di smartphone dibandingkan membaca buku.

Faktor Kedua adalah akses dalam fasilitas pendidikan yang belum merata dan minimnya kualitas sarana pendidikan. Seperti terbatasnya sarana dan prasarana membaca seperti ketersediaan perpustakaan juga buku-buku bacaan yang bervariasi, terlihat dari masih banyaknya perpustakaan yang mengandalkan ketersediaan buku buku paket saja untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Fasilitas perpustakaan yang dipenuhi oleh buku-buku paket membuat anak-anak kehilangan minat baca, fasilitas di beberapa ruang perpustakaan pun dinilai masih sumpek, sempit, dan kekurangan ventilasi udara sehingga para murid merasa tidak betah berada di sana. Selain itu, buku-buku yang ditata secara tidak teratur pun membuat kegiatan membaca di perpustakaan menjadi hal yang membosankan, tidak mengasyikkan dan tidak nyaman.

Ada faktor lain yang juga penting, yaitu situasi belajar yang tidak membuat siswa semangat untuk eksplorasi buku-buku selain yang sudah jadi paket pelajaran. Biasanya, di kelas, pembelajaran lebih didominasi oleh guru atau hanya menjadi sesi transfer ilmu dari guru ke siswa. Jarang ada diskusi atau pemecahan masalah bersama yang membuat siswa lebih termotivasi untuk cari informasi dari sumber lain dan lebih terlatih dalam membaca buku-buku. Akibatnya, pengetahuan yang mereka punya jadi terbatas.

Kemajuan teknologi seperti smartphone dan internet juga berdampak besar pada minat orang terhadap buku. Hadirnya smartphone yang menawarkan paket murah untuk berkomunikasi membuat orang lebih sibuk chatting daripada membaca. Selain itu, aplikasi komunikasi seperti Twitter, Instagram, dan Facebook juga membuat banyak orang lebih tertarik scroll feed daripada membaca buku. Jadi, teknologi ini memang membuat minat baca kita menurun.

Keterjangkauan buku bagi masyarakat juga menjadi masalah. Harganya yang lumayan membuat buku jadi sulit dijangkau buat orang-orang yang punya budget terbatas. Selain itu, masih kurangnya pemahaman tentang manfaat membaca juga membuat masyarakat tidak merasa perlu untuk berinvestasi di buku. Mereka belum sadar jika banyak orang sukses yang hasilnya berawal dari membaca buku. Jadi, untuk sebagian besar masyarakat, buku masih dianggap barang mewah yang tidak masuk dalam kebutuhan pokok seperti sembako.

Menurut J.Witanto dalam makalahnya yang berjudul “Rendahnya Minat Baca Mata Kuliah Manajemen Kurikulum”, Rendahnya bahkan Hilangnya minat baca membawa beberapa dampak seperti terjadinya kesulitan dalam pemahaman, penguasaan, dan penerapan ilmu pengetahuan serta teknologi untuk menghasilkan produk berkualitas. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya wawasan dan pengetahuan yang terbatas, yang mengakibatkan keterbatasan dalam pola pikir positif dan memudahkan seseorang untuk dipengaruhi oleh pemahaman negatif serta doktrin yang beragam. Selain itu, minimnya minat baca juga menjadi faktor utama dalam menghambat perkembangan kreativitas seseorang.

Sebagaimana yang telah dikenal, pola pikir kreatif menjadi nyata ketika seseorang aktif mengembangkan cara berpikirnya dan mampu menanggapi lingkungan sekitar secara responsif. Salah satu cara untuk melatih hal ini adalah melalui kegiatan membaca. Dengan menghasilkan ide-ide kreatif, seseorang tidak hanya meningkatkan produktivitasnya sendiri, tetapi juga memberikan manfaat yang signifikan bagi dirinya sendiri serta orang-orang di sekitarnya.

Kesulitan dalam meningkatkan kualitas diri seringkali timbul karena kurangnya akses terhadap informasi terkini. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakmauan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan diri, yang pada gilirannya dapat menimbulkan sikap ketidakpedulian. Individu cenderung menutup diri dan fokus pada dunia pribadinya, mengabaikan lingkungan sekitarnya.

Selain itu, kurangnya wawasan juga dapat menghambat kemampuan sosial seseorang, karena komunikasi yang terbatas akibat minimnya pengetahuan tentang lingkungan sekitarnya. Sikap menyenangkan dalam pergaulan seringkali terkait dengan keberhasilan dalam berkomunikasi dan kemampuan untuk diajak berdiskusi. Dampak yang lebih luas dari ketidakmauan membaca, terutama pada generasi muda, adalah kerugian bagi negara, yang kehilangan aset sumber daya yang berpotensi menjadi kontributor dalam kemajuan bangsa yang berkualitas dan produktif.

Dalam upaya mengembangkan minat dan kemampuan membaca masyarakat, terutama siswa di Indonesia, langkah-langkah yang dapat diambil meliputi peningkatan pelayanan di perpustakaan sekolah dan masyarakat. Ini dapat dicapai dengan menyediakan berbagai jenis buku yang menarik dan mendukung minat membaca, serta meningkatkan kondisi dan kinerja pegawai perpustakaan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan mengundang.

Selanjutnya, pola pembelajaran di sekolah perlu diperbaiki dengan memberikan tugas yang menarik bagi siswa, memicu mereka untuk lebih banyak membaca melalui diskusi dan penyelesaian masalah. Selain itu, pembiasaan membaca sebaiknya dimulai dari lingkungan keluarga, dengan orang tua membangun minat baca pada anak sejak dini, menyediakan perpustakaan kecil di rumah, dan menerapkan aturan membaca bagi seluruh anggota keluarga.

Pengendalian penggunaan media elektronik seperti gadget dan televisi juga diperlukan, dengan peran orang tua dan guru dalam memberikan pemahaman tentang penggunaan yang bijak. Terakhir, kerja sama dengan penerbit dan percetakan untuk menyediakan buku berkualitas dengan harga terjangkau perlu ditingkatkan, dengan dukungan dari pemerintah untuk memastikan aksesibilitas buku bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Penulis : Virgi

Editor : Atik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.