Warga terdampak PT RUM mendirikan Tugu Perjuangan yang telah diresmikan pada, Rabu (23/2). Peresmian dilakukan di Dusun Tegalrejo, Desa Pengkol, Kecamatan Nguter, Sukoharjo. Acara yang dimulai pukul 16.00 itu mulanya dibuka dengan orasi warga terdampak, dilanjut dengan acara doa bersama, dan ditutup dengan peresmian tugu sebagai simbol perlawanan mereka atas hak udara bersih yang direnggut sejak beroperasinya PT RUM pada tahun 2017.
“Tujuan kegiatan ini antara lain adalah yaitu, yang pertama, agar sebagai bukti kepada anak cucu kita bahwa kita pernah melakukan perlawanan. Yang kedua, supaya ada estafet generasi berikutnya juga berjuang menjaga kelestarian jangan sampai kita diam saja terhadap suatu perjuangan. Sebagaimana ada hadist Rasulullah SAW,” ujar Satono membuka narasi warga terdampak limbah PT RUM.
Perjuangan warga Sukoharjo dalam melawan pencemaran PT RUM ini telah dilakukan selama 5 tahun terakhir. Banyak problematika yang timbul diakibatkan oleh limbah pabrik, utamanya adalah limbah cair yang mencemari aliran Sungai Bengawan Solo dan merusak persawahan milik warga serta limbah udara yang berbau sangat tajam.
“Limbah cairnya itu juga bau, tapi yang paling terasa limbah udara. Baunya itu bahkan sampai Karanganyar, Sukoharjo bahkan sampai Solo Baru. Wonogiri pun bau, sampai daerah Jatisrono, sekitar radius 20 KM lebih,” tutur Hirman, ketua GPL, sebuah wadah perjungan warga terdampak.
Lebih lanjut, limbah udara turut berdampak buruk pada hajat kesehatan warga di kawasan PT RUM. “Kalau mereka (PT RUM –red) membuang limbah tengah malam, ya warga sampai terbangun. Dampak lainnya ada yang pusing, sesak nafas, tegang pada otot leher, bahkan ada yang pingsan sampai dibawa ke PKU (suami Sipon),” ungkap Ibu Sum, salah seorang warga terdampak.
Huda, seorang pengajar sekaligus warga terdampak, turut mengeluhkan dampak buruk limbah PT RUM dalam orasinya. “PT. RUM memberikan dampak pada semua hal. Bau yang ditimbulkan menyebabkan anak sekolah kurang fokus, selain itu juga banyak anak-anak yang jatuh sakit karena lingkungan yang kotor. Sudah demo berkali-kali, tapi tidak ada tanggapan serius dari pihak PT RUM serta pemerintah Kabupaten Sukoharjo,” tuturnya.
Salah seorang warga terdampak, Mbok Sarmi, mengungkapkan tidak lagi meminta apapun dari PT RUM selain dikembalikannya udara segar. “Wes, aku ra njaluk opo-opo, mung kembalikan udara segar kami!” (Sudah, aku tidak meminta apapun dari PT RUM selain kembalikan udara segar! –red)
Masifnya penolakan dari warga terhadap aktivitas PT RUM dan aduan terhadap Pemda Sukoharjo dalam lima tahun terakhir guna menindak tegas PT RUM tak kunjung membuahkan hasil. Aktivitas industri di PT RUM masih terus berjalan seperti biasa, bahkan cenderung meningkat sepanjang pandemi. Hal ini tentu meresahkan warga yang dipaksa tinggal di rumah selama aturan pembatasan sosial diterapkan dengan kondisi udara yang buruk.
“Dulu saya dan warga lapor ke kementerian, dan PT RUM itu berhenti cuma beberapa hari. Namun, masih seperti biasa baunya, untuk produksi banyak sedikitnya kami kan tidak tahu, itu urusan perusahaan. Tapi mesinnya kenceng, jadi produksinya pasti tinggi, intinya masih menimbulkan bau,” imbuh Hirman.
Reporter : Elsa Lailatul Marfu’ah & Indah Setiyani
Editor : Ahmad M Thohari
Fotografer : Seehaturrohmah