Novel “Educated” karya Tara Westover / Photo by bookclubchat.com
Amerika Serikat telah bergelut dengan kesenjangan kelas perkotaan-pedesaan selama berabad-abad. Tetapi perpecahan tidak pernah seburuk apa yang kita lihat hari ini. Partai-partai politik memecah Amerika menjadi metropolis biru dan ruang merah. Pertumbuhan ekonomi terkonsentrasi di daerah perkotaan tertentu sehingga telah menyalakan kembali perdebatan lama tentang staying vs going. Lantas, haruskah kaum muda dan ambisius dari kota-kota kecil yang sedang berjuang didorong untuk mencari keberuntungan mereka di sarang mereka sendiri atau melalang buana meski menyisakan trauma?
Dilema inilah yang membuat sebuah buku berjudul “Hillbilly Elegy” karya J.D. Vance laris di tahun 2016. Berkisah tentang seorang pemuda yang hidup dengan keluarga Appalachian, berhasil mengenyam pendidikan di Ivy League dan hijrah ke Silicon Valley, tentu dengan berbagai culture-shock dalam perjalanannya. Namun Vance tampak lebih softie jika dibandingkan dengan kisah pelarian Tara dalam bukunya “Terdidik”.
Vance menulis tentang studinya di Ohio State dan Yale Law dengan persiapan terbatas yang diberikan oleh sekolah menengahnya di Middletown, Ohio. Sedang, Westover menjelaskan mencapai perguruan tinggi tanpa menghadiri sekolah formal sama sekali. Apabila Vance menggambarkan sebuah keluarga yang berjuang dengan beban penyalahgunaan narkotika, Westover mengungkapkan hidup dengan keluarga yang dikutuk oleh mania ideologis dan trauma fisik yang tidak lazim.
Ekstremitas asuhan Westover muncul secara bertahap melalui penceritaannya, yang membuatnya kian memikat dan mengerikan. Persoalannya adalah sebagai berikut: Tara adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara dalam keluarga yang bertahan hidup di gunung sebelah tenggara Idaho. Keluarganya penganut Mormon fanatik.
Ayahnya, Gene (nama samaran), dibesarkan di sebuah peternakan di kaki gunung. Gene seorang ayah yang pemarah. Bersama keluarga kecilnya, ia pindah ke lereng gunung dengan istrinya, yang pernah megenyam pendidikan formal dan besar di kota. Gene menghidupi keluarganya dengan membangun lumbung dan mengolah logam di tempat barang rongsokannya. Istrinya, Faye (juga nama samaran), menambah penghasilannya dari mencampur obat herbal dan dari pekerjaannya, yang sebenarnya enggan ia lakukan. Faye pada mulanya bekerja sebagai asisten bidan tanpa izin dan kemudian seiring berjalannya waktu ia menjadi seorang bidan penuh.
Pada usia 20-an, Gene berubah menjadi paranoia bermuatan politik. Hal ini didorong oleh apa yang Tara ungkapkan sebagai gangguan bipolar akut. Sedekade kemudian, dia menarik anak sulungnya dari sekolah untuk melindungi mereka dari Illuminati. Secara teori, anak-anaknya disekolahkan di rumah. Namun, pada kenyataannya hampir tidak ada hal akademis apapun yang dibicarakan. Mereka belajar membaca dari Alkitab, Kitab Mormon dan ceramah Joseph Smith dan Brigham Young. Satu-satunya buku sains di rumah itu adalah untuk anak kecil.
Sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk membantu orang tua mereka di tempat kerja. Saat memasuki masa remajanya, Tara berhenti membantu ibunya mencampur ramuan herbal dan membantu persalinan. Ia berganti menyortir barang rosokan dengan ayahnya yang memiliki kebiasaan mengerikan, seperti secara tidak sengaja memukulnya dengan potongan-potongan yang dia lempar. Dipukul dengan kotak silinder baja di perut adalah risiko paling ringan berkerja dengan ayahnya.
Memoar ini tak ubah adalah katalog kengerian di tempat kerja: jari-jari hilang, kaki tergores, tubuh terbakar parah. Yang memperburuk keadaan adalah penolakan Gene untuk mengizinkan salah satu yang terluka (tak terkecuali dirinya sendiri) untuk mencari pertologan medis di luar “Apotek Tuhan” istrinya. Penolakan ini turut memperburuk efek dari dua kecelakaan mobil mengerikan yang dialami keluarga tersebut. “Tuhan dan para malaikatnya ada di sini, bekerja bersama kita. Mereka tidak akan membiarkanmu terluka,” katanya kepada Tara.
Seiring berjalannya waktu, konflik antara ayah dan anak perempuan semakin tak terhindarkan. Semangat dan paranoia Gene tidak berkurang sedikitpun oleh “kegagalan dunia” untuk berakhir di Y2K. Tara menggambarkan penuh kesedihan tentang ayahnya yang duduk tanpa ekspresi menonton “The Honeymooners” saat dunia terus berjalan dengan tenang. Tara remaja mulai menguji batas-batas pengasuhan yang ternyata lebih ketat daripada yang dia bayangkan. Usahanya ke kelas balet lokal berakhir dengan ayahnya mengutuk kostum terbuka yang digunakan balerina sebagai pelacur.
Selanjutnya, didorong oleh seorang kakak laki-laki yang mulai belajar diam-diam dan akhirnya berangkat ke perguruan tinggi, Westover mencoba melakukan hal yang sama, membaca jauh ke dalam buku ayahnya tentang Nabi Mormon abad ke-19. “Keterampilan yang saya pelajari sangat penting yaitu kesabaran untuk membaca hal-hal yang belum saya pahami,” tulisnya. Seolah-olah tirani ayahnya tidak cukup, dia juga harus menghadapi serangan fisik sadis dari saudara laki-lakinya, yang ketidakstabilan emosinya diperparah dengan cedera kepala akibat kecelakaan kerja keluarga Westover lainnya.
Tara membuat langkah besar pertamanya menuju pembebasan dengan mengikuti ACT untuk masuk ke Universitas Brigham Young. Di sana, dia dikejutkan oleh kebiasaan tidak sopan teman-teman sekelasnya. Misalnya, teman sekamar yang memakai piyama mewah berwarna merah muda dengan tulisan “Juicy” di bagian belakang. Begitupun sebaliknya, yang mengejutkan teman-teman sekelasnya adalah ketidaktahuannya. Misalnya, kala ia bertanya dengan riang di kelas sejarah seni tentang apa itu Holocaust. “Penemuan baru” lain untuk Tara adalah Napoleon, Martin Luther King Jr., fakta bahwa Eropa bukanlah sebuah Negara.
Saat-saat yang sulit seperti itu tidak menghalangi para profesor untuk mengenali bakatnya dan rasa lapar yang besar untuk belajar. Tara akhirnya berhasil masuk ke Harvard untuk beasiswa lain dan kemudian kembali ke Cambridge untuk memperoleh gelar Ph.D. dalam sejarah.
Namun sejatinya Tara belum sepenuhnya “sembuh”. Ia masih terikat kuat dengan kesetiaan, rasa bersalah, rasa malu dan cinta pada keluarganya di Idaho. Beratnya perpisahan Tara dengan keluarganya menyadarkan betapa beraninya kesaksian ini. Pengungkapan ini memakan korban –Tara sendiri. Tetapi kita semua diyakinkan bahwa biayanya sepadan.
Pada akhirnya, Tara berhasil memahami pendidikan yang diperolehnya dan beresonansi bagi banyak orang meski ia tidak pernah lepas dari beban emosional perasaan tidak layak dan mengkhianati keluarganya. Buku ini adalah kisah yang kaya dan mengharukan tentang perjalanannya dari ketidaktahuan dan ketundukan menuju pengetahuan dan kemandirian.
***
Penulis sebenarnya selalu agak khawatir membaca buku-buku yang hyped seperti Educated ini. Seringkali, buku seperti itu gagal memenuhi ekspektasi yang mengelilinginya dan membuat penulis kecewa setelah menyelesaikannya. Educated, bagaimanapun, melawan tren ini. Buku ini melampaui ambang batas harapan penulis.
Educated adalah kisah liar, emosional, dan memilukan tentang kehidupan Tara Westover. Tara mengalami kekerasan fisik dan verbal di tangan anggota keluarga. Kita juga bisa melihat bagaimana pendidikan serta kesejahteraan secara keseluruhan, diabaikan oleh orang tuanya. Sepanjang buku ini, Tara juga berusaha untuk menyampaikan laporan peristiwa yang tidak bias. Ia memasukkan catatan kaki yang merinci bagaimana ingatannya tentang suatu peristiwa berbeda dari anggota keluarga lainnya. Dia juga tidak segan-segan mendiskusikan masalah pribadi seperti kerugian psikologis dari pelecehan yang dia alami.
Educated adalah memoar yang ditulis dengan indah dan mengharukan yang harus ada dalam daftar bacaan semua orang. Ini adalah kisah tentang ketahanan, keberanian, dan harapan. Untuk sekali ini, penulis tidak bisa memikirkan sesuatu yang bisa diperbaiki. Kebenaran sering kali lebih aneh daripada fiksi dan Educated membuktikannya. Sebagian besar ceritanya sangat brutal, menampilkan kecelakaan mengerikan, siklus pelecehan keluarga yang tak henti-hentinya, dan fanatisme agama.
Pendidikan adalah tentang pengalaman, tetapi yang paling pentin buku ini menunjukkan tentang belajar bagaimana belajar, bagaimana bergulat dengan ide-ide universal dan mengasah keterampilan berpikir kritis. Berdasarkan cerita yang Westover ceritakan, pendidikan dasarnya kurang tentang mempelajari fakta dan ide apabila dibandigkan dengan mengenali siklus buruk pelecehan yang diizinkan dan dipromosikan oleh keluarganya, serta perjuangannya untuk melarikan diri dari mereka. Detail yang ia tuliskan juga jauh lebih mencerminkan penyakit mental yang tampaknya berada di balik beberapa tindakan dan keyakinan anggota keluarganya.
Namun, yang paling menonjol bagi penulis adalah Tara sendiri. Terlepas dari semua kesulitan yang dia temui, dia terus mendorong maju dan mampu mencapai tujuannya. Dia memiliki keberanian untuk menentang keluarganya dan meninggalkan semua yang dia tahu untuk mengubah hidupnya. Kisahnya menunjukkan bahwa bahkan di saat-saat tergelap, seseorang dapat menemukan harapan.
–
Penulis: Elsa Lailatul Marfu’ah
Editor: Aqil Ahya