Sumber ilustrasi : https://geotimes.id/fokus/17-tahun-tragedi-semanggi/
Peristiwa Semanggi 1 merupakan salah satu peristiwa pelanggaran HAM berat dan kelam bagi Indonesia yang terjadi pada kurun waktu tanggal 11–13 November 1998. Peristiwa ini merujuk pada dua aksi mahasiswa yang memprotes pelaksanaan agenda Sidang Istimewa (SI) MPR di masa pemerintahan BJ Habibie. Setelah Soeharto mengumumkan pengunduran diri pada tanggal 21 Mei 1998 dari jabatan Presiden, tak lantas membuat masyarakat puas. Apalagi transisi pemerintahan yang dijalankan oleh Wakil Presiden RI, BJ Habibie, dianggap kepanjangan tangan Orde Baru. Masyarakat juga ingin menyingkirkan pengaruh militer dari politik.
Jika menilik pada masa sebelumnya, awal Juli 1997, terjadi krisis di Thailand yang menyebabkan krisis moneter dan jatuhnya mata uang di Asia termasuk Indonesia. Selain itu, terjadi juga penurunan saham perusahaan besar di Jakarta dan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran.Terjadinya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang ada di kalangan pejabat pemerintah membuat mahasiswa Indonesia turun tangan berdemonstrasi menuntut penurunan harga sembako (sembilan bahan pokok), penghapusan monopoli, kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) serta menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya.
Pada tanggal 12 Mei 1998 empat mahasiswa tertembak peluru aparat yang membuat gerakan demonstran lebih besar lagi di Jakarta dan Solo pada 13 Mei 1998. Para demonstran semakin tersulut amarahnya dan mulai menduduki gedung-gedung pemerintahan. Mereka menuntut pimpinan MPR/DPR agar melengserkan Soeharto dari jabatannya. Akhirnya, Ketua MPR/DPR Harmoko melengserkan Soeharto pada 18 Mei 1998 dan digantikan oleh B.J. Habibie. Pada masa Reformasi juga membebaskan berpolitik hingga terdapat 80 partai politik pada Oktober 1998.
Pada era ini juga terjadi penghapusan Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) guna memfokuskan peran TNI sebagai pertahanan dan keamanan utama negara. ABRI sendiri dibagi menjadi dua yaitu TNI dan POLRI dimana TNI bertugas menjaga keamanan negara sedangkan POLRI menjaga keamanan rakyat. Selain itu, memisahkan urusan politik dan militer.
Aksi ini menewaskan 17 orang warga sipil disebabkan oleh kekerasan yang dilakukan aparat. Data korban dari laporan Tim Relawan terdiri dari dua siswa SMA, enam mahasiswa, dua anggota Polri, satu satpam, empat anggota Pam Swakarsa, dan tiga warga sipil, berikut korban-korban Tragedi Semanggi I:
- Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI) yang menjadi korban meninggal pertama akibat tembakan aparat pada 13 November.
- Bernardus Realino Norma Irawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, korban kedua tembakan aparat pada 13 November
- Lukman Firdaus, salah seorang pelajar yang terluka pada 12 November malam akhirnya meninggal setelah beberapa hari menjalani perawatan.
- Ayu Ratna Sari, seorang anak berusia 6 tahun yang terkenal peluru nyasar.
- Sigit Prasetyo (YAI)
- Muzammil Joko (Universitas Indonesia)
- Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta)
- Heru Sudibyo (Universitas Terbuka)
- Uga Usmana
- Abdullah/Donit
- Agus Setiana
- Budiono
- Doni Effendi
- Rinanto
- Sidik
- Kristian
- Nikijulong Hadi
Salah satu korban yang masih terngiang hingga kini ialah kisah tewasnya Bernardus Realino Norma Irawan atau yang biasa disapa “Wawan”. Salah satu mahasiswa Atma Jaya yang meninggal saat terjadi kerusuhan Semanggi I. Ia meninggal karena tertembak peluru dari aparat saat akan menolong salah satu temannya. Saat itupun Sumarsih ibu Wawan bersama suaminya segera menuju ke rumah sakit di Jakarta berharap hal buruk tidak terjadi pada anaknya.
Saat diperjalanan, ia melewati kampus Atma Jaya dimana ia mendengar suara peluru senapan yang tergambar seperti perang. Banyak percikan api dan terjadi kemacetan karena banyak orang yang ingin berputar balik. Sumarsih merasa hatinya tesayat anak sulungnya meninggal dengan cara yang menyedihkan. Bahkan, setelah ia mengotopsi jenazah anaknya lalu membawanya pulang, diperjalanan mobil jenazah yang membawa Wawan diberondong senjata.
Semenjak itu, hari-hari Sumarsih menjadi gelap. Ia bersedih dan selalu menyiapkan sepiring saat makan malam beranggapan bahwa anaknya masih hidup. Namun, lambat laun ia tidak ingin berdiam di zona keterpurukan. Sumarsih semakin memahami HAM dan menguatkan keluarga dari korban lain.
Tragedi kejam Semanggi I masih melekat di hati warga. Bahkan, Sumarsih, Ibu Wawan, salah satu korban tewasnya tragedi Semanggi I masih gigih merebut keadilan terhadap apa yang menimpa anaknya. Ibu Sumarsih juga telah beratus kali mengikuti Aksi Kamisan, aksi tersebut mewadahi segala lapisan masyarakat yang tertindas oleh kejamnya perlakuan penegak hukum di Indonesia.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan keluarga korban menyebutkan bahwa sampai dengan detik ini belum diketahui dalang dari kekerasan Semanggi 1 walaupun Presiden Jokowi sudah mengakui adanya pelanggaran HAM berat oleh pemerintah. Namun, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut penegakan hukum terkait siapa dalang dari pelaku pelanggaran HAM. Keluarga korban sangat berharap agar Majelis Hakim di Mahkamah Agung yang berkedudukan sebagai penegak hukum bisa mengabulkan gugatan korban sebagaimana komitmen yang dilontarkan Joko Widodo yang hendak menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu. Mereka juga berharap agar jaksa agung dapat menjalankan Pasal 21 UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk membentuk tim penyidik ad hoc dalam menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM dengan penyidikan.
Keterlibatan orang-orang di sekeliling istana dan pejabat negara dalam pelanggaran HAM masa lalu menjadi tantangan bagi mereka yang haus akan keadilan tegak di Bumi Pertiwi. Bagaimana tidak, “lu punya uang, lu punya kuasa,” begitulah kira-kira gambaran para pelanggar HAM berat yang tak bisa tersentuh hukum.
Sampai saat ini, represi yang dilakukan aparat atas nama negara terus berulang di mana saja. Selain hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap negara, eksistensi masyarakat pun menjadi ancaman. Belakangan, pemerintah dengan masifnya melakukan pengusiran dengan tindakan represif kepada masyarakat Melayu Rempang yang ingin digusur dari tanah adatnya, tentu hal ini mengusik hak asasi Masyarakat adat Rempang. Negara tampaknya melihat investor lebih berharga daripada hak-hak keadilan untuk masyarakat Melayu Rempang. Penegakan hukum yang tegas terhadap para pelanggar HAM berat agar bisa dihukum seadil-adinya, utamanya kepada para korban peristiwa Semanggi I agar kejadian sama tak berulang kembali di masa-masa mendatang. .
Penulis: Aqila Ahya M. A., Atik Ermawati.
Editor Bahasa: Aqila Ahya M. A.
Daftar Pustaka:
- “Tragedi Semanggi I: Latar Belakang, Korban, dan Upaya Penyelesaian” – Kompas.com, 20 September 2020, https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/20/130000779/tragedi-semanggi-i-latar-belakang-korban-danupaya-penyelesaian?page=all diakses pada 27 September 2023;“Orang Tua Korban Semanggi I:
- Jokowi Pencitraan Bicara Pelanggaran HAM” – cnnindonesia.com, 13 Januari 2023, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230113012819-20-899787/orang-tua-korban-semanggi-i-jokowi-pencitraan-bicara-pelanggaran-ham diakses pada 27 September 2023
- Presiden Jokowi ‘atas nama negara’ mengakui dan menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu– ‘tanpa menegasikan’ penyelesaian Yudisial bbc.com, Diperbarui 11 Januari 2023, https://www.bbc.com/indonesia/articles/cmmzl03vd3mo diakses pada 27 September 2023